Pages

Friday, November 26, 2010

Dari Sepenggal Uraian Kisah Yahya Ibnu Yahya

Adalah Yahya ibnu Yahya yang setia pada prinsipnya. Lelaki Andalusia itu berjalan hingga ke Madinah untuk berguru pada Imam Malik. Dan itulah yang mengisi hari-harinya di Madinah: mempelajari lautan ilmu yang disampaikan oleh sang guru, tak tertarik barang sedikitpun untuk lengah.
Saya membaca kisah itu pagi tadi, kisah yang sama yang pernah tersampaikan oleh seorang ustadz dalam kajian yang saya ikuti.

Sungguh, ternyata saya bukan seorang yang kuat seperti yang saya kira. Saya terlalu bersemangat mengambil peran di sana-sini tanpa memperhatikan hak-hak saya, tanpa memperhatikan kadar kemampuan yang saya miliki. Sebenarnya, amanah ini mungkin bagi sebagian orang biasa saja, tapi bagi saya, bagi seseorang yang memiliki kepribadian seperti saya, menjadi suatu hal yang kadang membuat perasaan serba salah, yang terkadang membuat saya menghindarinya. Mungkin puncaknya adalah hari ini. Saya sadar bahwa besok adalah hajat salah satu organisasi yang saya ikuti, tapi di saat yang sama, saya sudah dikejar deadline untuk menyelesaikan proposal dan mengantarkannya ke yayasan. Ditambah, tiba-tiba kawan saya meminta tolong pada saya untuk mewakili kelompok kami bimbingan salah satu mata kuliah.

Proposal yang sedianya saya targetkan selesai sebelum jam sepuluh nyatanya harus tertunda karena ada file yang hanya tersimpan di laptop yayasan yang sedang dipegang oleh kawan saya. Saya kirim pesan padanya untuk segera mengirimkan via email, nyatanya dia masih kerja dan baru sempat mengirim lepas jam sepuluh. Dosen saya pun nyatanya ada kelas sampai jam setengah sebelas, jadilah saya menunggu sembari menyelesaikan proposal yayasan. Tiba-tiba, dosen seminar saya memanggil dan saya harus bimbingan dengannya selepas Jum'atan. Subhanallah, beginilah kalau Allah sudah berkehendak. Saya stres. Ditambah belum mempersiapkan konsep untuk acara silaturahim Ahad besok. MasyaAllah. Secara manusiawi, saya lelah. Ingin rasanya pergi ke suatu tempat, tak usahlah itu handphone berdering, tak usahlah itu komputer menemani, tak usahlah smeua pikiran itu menghantui.

Nyatanya saya tidak sanggup, sampai tiba-tiba, Mamah mengirim pesan.
"Intanku sayang, apa kabar?" saya balas
"Baik mah, cuma lagi bingung aja..." dan si Mamah yang selalu khawatir terhadap anak-anaknya itu langsung menelepon, dan saya sudah tak sanggup lagi membendung air mata yang entah untuk apa.
"Kan, amanah awalnya Intan ke Bandung buat kuliah kan ya?" begitu kata Mamah.
"Intan kan udah milih, ya sekarang tinggal Intannya aja gimana. Intan ga bisa ambil semua, kan kita punya kapasitas sendiri-sendiri ya? Diselesaikan, nanti malah bukannya tambah saudara, justru tambah yang ga suka sama Intan lagi..."

Terkadang saya pikir saya sanggup, mungkin secara fisik saya sanggup tapi rupanya membagi fokus itu yang sulit. Mungkin begitulah Yahya ibnu Yahya yang memutuskan untuk konsisten menuntut ilmu tanpa tergoda sedikitpun untuk menengok kehadiran gajah di bumi Madinah seperti kawa-kawannya yang lain karena ia ingin fokus, karena bisa jadi ia akan kesulitan untuk membagi konsentrasinya.

Sekarang tinggal saya. Pada akhirnya saya memang harus menyelesaikan semuanya. Setelah merehatkan pikiran di kotsan Devi, saya membenahi amanah yang Allah anugerahkan pada saya hari ini. Pertama, saya bereskan proposal yayasan, plus mencetak dan menjilidnya. Kedua, saya temui Pak Ariez untuk bimbingan. Ketiga, saya penuhi dulu hak tubuh saya, maka saya sisakan waktu sejenak untuk makan. Keempat, pulang ke kotsan mengambil stempel yayasan. Kelima, pergi ke Jalaprang, mengantar proposal. Keenam, datang ke persiapan Training Legislatif di FPIPS.

Ketujuh, di sinilah saya. Duduk di salah satu warnet favorit saya di Gerlong, sekedar berbagi denganmu kawan. Kawan, mungkin sudah saatnya kita menjadi diri sendiri, tak usah memaksakan diri sendiri menjadi seperti orang lain, kalau memang kita tidak sanggup untuk menerima konsekuensinya. Mungkin lebih baik menjadi seperti Yahya ibnu Yahya yang dengan sepenuh hati fokus menjalani amanah yang dibetikan Allah padanya, amanah yang telah dipilihnya, amanah yang memang telah diukurnya masak-masak, ditimbangnya dengan hati-hati agar memang benar-benar sesuai dengan kemampuannya. Mudah-mudahan bisa diambil ibrahnya.

No comments:

Post a Comment